Tuesday, December 14, 2010

MAKALAH PANCASILA

TUGAS DAN WEWENANG PRESIDEN, DPR, BPKP DAN MAHKAMAH KONSTITUSI(MK)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diskursus mengenai lembaga-lembaga Negara selalu menjadi bahasan yang menarik, UUD 1945 belum memberikan batasan yang jelas antara wewenang Lembaga Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif, fenomena yang terjadi selama 4 dekade terakhir ini bahkan menunjukan kecenderungan pengaturan sistem bernegara yang lebih berat ke Lembaga Eksekutif. Posisi Presiden sebagai kepala Negara sekaligus sebagai kepala pemerintah yang tidak jelas batasan wewenangnya semakin mendorong kecenderungan ini kearah yang negatif. UUD 1945 memberikan wewenang tertentu kepada Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan, namun demikian pemberian wewenang tersebut tidak diikuti dengan batasan-batasan terhadap penggunaannya. Soekarno, mantan Presiden RI, dalam rapat pertama panitia persiapan kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 menyatakan bahwa UUD 1945 adalah “UUD Kilat” ini dikarenakan mendesaknya keinginan untuk memproklamasikan kemerdekaan pada saat itu sehingga insfrastruktur bagi sebuah Negara yang merdeka harus segera disiapkan, hal ini menyebabkan UUD 1945 menjadi UUD yang singkat.

Sumber : http://www.skripsi-tesis.com

BAB II

ANALISIS MASALAH

A. Tugas Dan Wewenang Presiden

Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan tugas sebagai kepala Negara dibantu oleh satu orang wakil Presiden(Wapres) dan dibantu oleh Mentri-Mentri yang masing-masing Mentri mengepalai bidang-bidang tertentu. Presiden memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk melakukan hal-hal tersebut di bawah ini,

1. Menetapkan dan mengajukan anggota dari hakim Konstitusi.

2. Mengangkat duta dan konsul untuk Negara lain dengan pertimbangan DPR.

3. Menerima duta dari Negara lain dengan pertimbangan DPR.

4. Memberikan Grasi dan Rehabilitasi dengan pertimbangan dari MA(Mahkamah Agung).

5. Memberikan Amnesti dan Abolisasi Rehabilitasi dengan pertimbangan dari DPR.

6. Memegang kekuasan tertinggi atas AU(Angkatan Udara), AD(Angkatan Darat) dan AL(Angkatan Laut)

7. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya ditetapkan oleh Undang-Undang.

8. Menyatakan perang dengan Negara lain, damai dengan Negara lain dan perjanjian dengan Negara lain dengan persetujuan DPR.

9. Membuat perjanjian yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempengaruhi beban keuangan Negara dan mengharuskan adanya perubahan/pembentukan Undang-Undan harus dengan persetujuan DPR.

B. Deskripsi Umum Pelaksanaan Kekuasaan Presiden Dimasa Orde Baru

Dalam banyak literatur telah dinyatakan bahwa UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar pada Presiden RI untuk menyelenggarakan roda kenegaraan, Ismail Suny membagi kekuasaan Presiden RI berdasarkan UUD 1945 menjadi :

1. Kekuasaan Administratif

2. Kekuasaan Legislatif

3. Kekuasaan Yudikatif

4. Kekuasaan Militer

5. Kekuasaan Diplomatik

6. Kekuasaan Darurat

Sedangkan H.M. Ridwan Indra dan Satya Arinanto membaginya kedalam :

1. Kekuasaan dalam bidang Eksekutif

2. Kekuasaan dalam bidang Legislatif

3. Kekuasaan sebagai kepala Negara

4. Kekuasaan dalam bidang Yudikatif

Kekuasaan Presiden yang luas tersebut tercakup dalam fungsinya sebagai kepala Negara, kepala pemerintahan dan sekaligus Mandataris MPR. Praktek kenegaraan dan politik yang dalam sejarah mendasarkan dirinya pada UUD 1945, ternyata cenderung memanfaatkan secara negatif peluang yang diberikan UUD 1945 yaitu : Kekuasaan yang sangat besar yang terpusat pada lembaga kepresidenan. Soekarno menjalankan kekuasaannya dengan mengunakan konsep demokrasi terpimpin. Konsep ini telah terbukti mengandung karakteristik otoritarian yang kental, dengan terpusatnya kekuasaan pemerintahan pada satu orang saja.

C. Tugas dan wewenang DPR

1. Membentuk UUD yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama peraturan pemerintah pengganti UUD menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dalam pembahasan

2. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah

4. Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD

5. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK

6. Memberikan persetujuan kepada Peresiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota.

D.Tugas dan wewenang BPKP

D.1 Sejarah Singkat BPKP

Sejarah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perkembangan lembaga pengawasan sejak sebelum era kemerdekaan. Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jabatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN). Secara struktual DAN yang bertugas menguasai pengelolaan perusahaan negara berada dibawah Thesauri Jenderal pada Kementrian Keuangan.
Dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. DAN merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jabatan, dan instansi di bawah kekuasaannya. Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jabatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.

DJPKN mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971 ini, khusus pada Departemen Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN.
Dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.
Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D.2 Tugas dan Wewenang BPKP

Sesuai dengan Pasal 52, 53 dan 54 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;

d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan;

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.



Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BPKP mempunyai kewenangan :

a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;

c. penetapan sistem informasi di bidangnya;

d. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya;

e. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya;

f. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

1. memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat penimbunan, dan sebagainya;

2. meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku perhitungan, surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang diperlukan dalam pengawasan;

3. pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan lain-lain;

4. meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik hasil pengawasan BPKP sendiri maupun hasil pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya.

D.3 Kegiatan-Kegiatan BPKP
Kegiatan BPKP dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu:

1. Audit

2. Konsultasi, asistensi dan evaluasi

3. Pemberantasan KKN, dan

4. Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan

D.4 Audit

Kegiatan audit mencakup:

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Laporan Keuangan dan Kinerja BUMN/D/Badan Usaha Lainnya

Pemanfaatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

Peningkatan Penerimaan Negara, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Dana Off Balance Sheet BUMN maupun Yayasan yang terkait

Dana Off Balance Budget pada Departemen/LPND

Audit Tindak Lanjut atas Temuan-Temuan Pemeriksaan

Audit Khusus (Audit Investigasi) untuk mengungkapkan adanya indikasi praktik Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan penyimpangan lain sepanjang hal itu membutuhkan keahlian di bidangnya

Audit lainnya yang menurut pemerintah bersifat perlu dan urgen untuk segera dilakukan

D.5 Konsultasi, asistensi dan evaluasi

Di bidang konsultasi, asistensi dan evaluasi, BPKP berperan sebagai konsultan bagi para stakeholders menuju tata pemerintahan yang baik (good governance), yang mencakup: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.

D.6 Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan

Di bidang pendidikan dan pelatihan pengawasan, BPKP menjadi instansi pembina untuk mengembangkan Jabatan Fungsional Auditor (JFA) di lingkungan instansi pemerintah. Setiap auditor pemerintah harus memiliki sertifikat sebagai Pejabat Fungsional Auditor. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) BPKP berperan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sertifikasi kepada seluruh auditor pemerintah.

E. Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi (MK)

Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstusi menurut UUD 1945 adalah :

1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewewenangan lembaga Negara yang kewewenangannya diberikan oleh UUD1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.

2. Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Catatan :

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan perubahan ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Setelah disahkannya perubahan ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil perubahan keempat.

DPR dan pemerintahan kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim Konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.

Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof . Dr. Jimly Asshiddiqie SH. Guru besar hukum tata Negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.

Sumber : http//id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah Konstitusi.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan pokok permasalahan dibawah ini :

Bahwasannya di Indonesia pengaturan hukum tentang judicial review menjadi suatu hal yang diperdebatkan secara serius sejak founding fathers membicarakan tentang Undang-Undang Dasar yang akan diberlakukan apabila Indonesia telah merdeka. Apakah akan memasukkan judical review atau tidak dalam Konstitusinya.

Sepanjang sejarah kekuasaan kehakiman di Indonesia, kebebasan kekuasaan kehakiman, selalu mengalami pasang surut, artinya selalu menjadi perdebatan tergantung kondisi sosial politik yang melingkupi system peradilan dan kekuasaan kehakiman.

Mahkamah Konsttitusi merupakan hal yang baru, namun mengenai sistem Negara hukum, sudah sejak berdiri Indonesia menganut Negara hukum. Hal ini tercantum dengan jelas dalam penjelasan UUD tahun 1945 (sebelum diamandemen) yang menyatakan antara lain bahwa Indonesia adalah Negara yang berlandaskan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).

Sebelum amandemen, UUD tahun 1945 kewewenangan kekuasaan kehakiman (peradilan) berada pada Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam pasal 24 UUD tahun 1945. Kewenangan ini yang diatur dalam peraturan perundangan yang lain yaitu Pasal 11 ayat (4) Ketetapan MPR RI No. III/MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga tinggi Negara atau antar lembaga tinggi Negara, yang berbunyi : Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materil hanya terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, Pasal 31 UU No. 14 tahun 1970 jo Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang ketentuan pokok-pokok kekuasaan kehakiman.

DAFTAR PUSTAKA

· Ismai Suny, Buku UUD 1945, Kewarganegaraan

· H.M. Ridwan Indra dan Satya Arinanto

· www. Tugas dan wewenang Presiden.co

· www.Tugas dan wewenang DPR.co

· www.Tugas dan wewenang BPKP

· http://www.skripsi-tesis.com

· http//id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah Konstitusi

No comments:

Post a Comment