Thursday, September 2, 2010


Aku Rindu Istriku

Puasa kali ini merupakan bulan Ramadhan yang sangat mengesankan sekaligus cukup menyedihkan, karena aku jalani tanpa keluarga. Aku lalui buka, tarawih, witir tadarus dan sahurku hanya sesame teman dari Indonesia, dan tiak seperti tahun-tahun sebelumnya ada seorang istri dan anak-anak ku yang tercinta. Terkadang terasa juga sedihnya jauh dari anak-anak dan istri. Tapi kini aku hanya seorang diri melalui ceremonial dalam bulan puasa ini. Aku hanya bisa mendengar suara istri dan anak-anak dari balik HP ku setiap kali aku menjalani kegiatan, entah itu buka, sahur dan lain-lainnya.

Orang-orang bilang, dengan bertelepon bisa mengobati sedikit kerinduan, tapi bagi aku tidak. Tidak jarang aku meneteskan air mata, mendengar suaranya di sana. Dan setiap kali aku mendengar suaranya, kerinduan ku makin besar. Kerinduan pada seorang istri dan anak-anak yang sangat aku cinta, kerinduan pada seorang istri yang selama ini, menuntunku, mengajariku berbagai halSimpan Sekarang. Dan diam-diam aku pun sering mendengar suara isak dia menahan kerinduan yang sama seperti yang aku rasakan dari balik teleponnya.

Aku baru bisa melampiaskan kerinduan pada istri ku yang aku tikah 11 tahun yang lalu itu ketika beberapa hari menjelang lebaran. Nampak jelas dalam cahaya muka nya dia menahan kerinduan yang tidak bisa disembunyikan. Kerinduan yang amat dalam yang tidak kalah dengan kerinduan yang aku miliki.

Sesekali waktu, dengan sangat hati-hati pernah dia ungkapkan saran kepada ku “Mas, gimana kalau Mas ganti kerja, yang memungkinkan tidak membuwat kita selalu berjauhan Mas. Tapi maaf, Mas, bukan berarti aku tidak ikhlas dengan pekerjaan Mas, bukan aku tidak rela menjadi istri dari Mas.” Dengan hati-hati dia ucap itu. Dan rasa salahku pada istriku semakin menyesak dalam rongga dadaku

Ah, jelas kata-kata itu membuwat aku semakain merasa bersalah pada istri ku. Sangat merasa bersalah. Dan jujur, aku lebih merasakan kerinduan yang dalam dibanding dengan istriku. Aku rindu istri ku, bukan rindu untuk menyuruh dia, aku rindu istriku untuk bisa mendampingiku, menuntunku dan mengingatkan aku dalam segala aktifitasku.

Maafkan aku, wahai bidadari ku…. Sungguh, aku sangat merindukan dan membutuhkan mu… sampai kapanun, aku akan selalu menyayangi dan berterima kasih kepada Tuhan karena telah mentaqdirkan kau sebagai pendamping ku….

Maafkan aku, karena aku tidak bisa menjadi suami yang baik… maafkan aku, karena aku masih selalu saja membuat kau menangis, istri ku…..

(Tulisan ini didedikasikan kepada para suami atau istri yang tidak berlebaran bersama keluarga di kampung halaman…. Yakin lah, istri dan atau suami anda sangat mencintai anda dan bangga karena telah memiliki suami dan atau istri ada. Yakin!!)

No comments:

Post a Comment