Friday, August 27, 2010

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) MATA PELAJARAN QUR’AN HADIST


Bab 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat, informasi dan komunikasi semakin lancar, terbukanya informasi dan komunikasi di masyarakat memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dengan segala permasalahannya. Melalui pendidikan, perkembangan dan kelangsungan hidup masyarakat akan terpelihara dan terjaga dengan baik. Dengan pendidikan, simbiosis mutualisme akan terjalin erat antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan hidup guna mencari kehidupan yang diarahkan pada kemajuan dan perkembangan ke arah yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.

Pendidikan memberi peran penting dalam kehidupan manusia. Pergeseran atas kebutuhan pendidikan ini seiring dengan kemajuan zaman dan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat, informasi dan komunikasi semakin lancar. Terbukanya informasi dan komunikasi di masyarakat memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dengan segala selukbeluknya. Melalui pendidikan, perkembangan dan kelangsungan hidup masyarakat akan terpelihara dan terjaga dengan baik. Dengan pendidikan, simbiosis mutualisme akan terjalin erat antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan hidup guna mencari kehidupan yang diarahkan pada kemajuan dan perkembangan ke arah yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.

Education is need for life”. Kalimat tersebut telah menjadi prinsip oleh sebagian orang yang sadar atas kebutuhan pendidikan. Memenuhi kebutuhan pendidikan tak sekedar naik kelas atau lulus. Seperti yang diungkapkan Ahmad Tafsir bahwa ‘pendidikan adalah usaha untuk meningkatkan diri dalam berbagai aspeknya’.

Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengantarkan manusia untuk mencapai keberhasilan hidup, baik kehidupan duniawi atau ukhrowi dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Sejalan dengan itu, ‘Pendidikan Islam dengan sendirinya merupakan suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah SWT’ (Nur Uhbiyati 1997, hlm .13).

Dalam prinsip kenegaraan, “Pendidikan merupakan bagian integral dalam kehidupan bangsa dan negara”( Depag RI 2004, hlm.1). Sehingga dipandang sangat urgen untuk dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pembangunan Nasional di bidang pendidikan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Hal ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, yang didukung oleh manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan visi Pendidikan Nasional tersebut diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional, yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, dengan keimanan sebagai inti. Dalam kerangka ini pula diberlakukan Undang­-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

Dengan pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaannya, madrasah merupakan bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional dan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Meskipun demikian, madrasah tetap memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri, sehingga dalam konteks kurikulum, perlu menampakkan karakteristik tersebut. Pencitraan kualitas outcome dan output-nya pun harus menunjukkan karakteristik tersendiri, sehingga citra madrasah tidak termarginalkan. Oleh karena itu, pembelajaran madrasah perlu dirumuskan dan dikembang­kan sedemikian rupa sehingga di satu sisi memiliki relevansi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dalam mewujud­kan tujuan Pendidikan Nasional, di sisi lain mencerminkan eksistensi dan jati diri madrasah sebagai satuan pendidikan Islam yang menjadi bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional tersebut.

Madrasah Tsanawiyah sebagai lembaga pendidikan menengah pertama dituntut untuk melaksanakan program pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dalam pelaksanaannya, pengembangan kurikulum Madrasah Tsanawiyah harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik (Anonimus 2003, 18-20).

Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah, pengembangan­nya “termasuk di dalamnya mata pelajaran Qur’an Haditsdiserah­kan pada tingkat satuan pendidikan.

Pada tingkat menengah, para peserta didik (siswa) diharapkan tidak sekedar mengetahui ajaran-ajaran dasar Islam, tetapi juga memiliki kemampuan dan ketrampilan studi ke­-Islam-an, sehingga untuk mereka diberikan pelajaran gramatika “Bahasa Arab” yang lebih tinggi sesuai dengan keperluan studi al­-Qur’an, untuk memperkuat mata pelajaran Qur’an Hadist.

Core (inti) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ‘yakni menciptakan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan’ patutlah menjadi tujuan semua madrasah dalam mewujdkan karakteristiknya, sehingga mata pelajaran Qur’an Haditsdalam struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah, atau Madrasah Aliyah, atau Sekolah Menegah Umum berciri khas agama Islam sebagai mata pelajaran pokok harus diikuti setiap siswa dalam semua jurusan, karena fungsinya yang amat penting dalam upaya mencapai tujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Secara fungsional mata pelajaran Qur’an Haditsdiberikan dalam upaya mentranformasikan berbagai doktrin keagamaan dalam aspek-aspek aqidah, ibadah dan akhlaq, yang sangat diperlukan para siswa dalam upaya membangun citra keimanan dan ketaqwaan mereka, melalui sumber ajarannya yang otentik, tidak sekedar pemikiran-pemikiran keagamaan yang telah terstruktur dalam ilmu-ilmu keagamaan, baik ilmu kalam, fiqh maupun akhlaq.(Anonimus 1999, hlm 2)

Mata pelajaran tersebut juga diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan baca al-Qur’an, tidak sekedar dalam aspek kelancarannya, tapi juga kefasihan dan kemahirannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan cara baca al-Qur’an yang telah diatur dalam ilmu baca al-Qur’an dengan baik (ilmu tajwid, ilmu maqra dan ilmu makharij al-huruf). Juga diarahkan untuk memiliki kemampuan menulis kalimat al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan gramatika Bahasa Arab, serta sesuai pula dengan tradisi tulis Arab yang telah dikembangkan para ahli Bahasa Arab.

Mata pelajaran Qur’an Haditsdisampaikan melalui Proses Belajar Mengajar. Menurut Oemar Hamalik, Karakteristik interaksi belajar-mengajar dalam pendekatan proses belajar-mengajar meliputi dua hal pokok, yaitu men­gajar dan pembelajaran. Dalam sudut pandangnya, Oemar Hamalik menjelaskan bahwa mengajar adalah upaya penyampaian pengetahuan kepada peserta didik (Umar Halik 2007, hlm 25-27).

Pendapat tersebut didasari atas berbagai latar belakang masalah dan fenomena yang kompleks. Pembelajaran, tujuan pembelajaran, guru, mengajar, pengajaran, siswa dan peserta didik dimaknai dari berbagai sudut pemikiran.

Pendidikan nasional dewasa ini dihadapkan pada berbagai permasalahan yang perlu mendapat penanganan secepatnya, diantaranya berkaitan dengan masalah relefansi atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Dalam kerangka inilah pemerintah menggagas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai tindak lanjut kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan disentralisasi. Istilah Kurikulum satuan Pendidikan yang disingkat KTSP merupakan kurikulum operasional yang pengembangannya diserahkan kepada daerah dan satuan pendidikan. Dengan demikian melalui KTSP ini pemerintah berhadap jurang pemisah antara pendidikan dan pembangunan, serta kebutuhan dunia kerja dapat segera teratasi (Mulyasa 2006, hlm. 19)

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut :

1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujutkan pendidikan nasional.

2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan di kembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.

Secara lengkap, pengertian pembelajaran dapat dirumuskan: “Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.(Muhammad Surya 2004, hlm. 7)

Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian ter­sebut di atas ialah:

Pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami pembelajaran akan berubah perilakunya. Tetapi tidak semua pe­rubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran.

Kedua, hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bah­wa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, konatif, afektif atau motorik. Misalnya seorang siswa disebut telah mengalami pembelajaran dalam musik, maka siswa itu berubah dalam hal pemahamannya tentang musik, alat-alat musik, memiliki kemampuan dalam memainkan alat-alat musik dengan baik, dan sebagainya. Pembelajaran yang hanya menghasilkan perubahan satu atau dua aspek perilaku saja, disebut sebagai pembelajaran sebahagian (partial learning) dan bukan pembelajaran lengkap (complete learning).

Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam aktivitas itu ter­jadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan ter­arah. Jadi, pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan yang statis, melainkan merupakan suatu rangkaian aktivitas­-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Pembelajaran tidak dapat dilepaskan dengan interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi, selama proses pembelajaran itu berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam berbagai aktivitas yang tidak terlepas dari lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang efektif adalah apabila pelajar-pelajar melakukan perilaku secara aktif.

Keempat, proses pembelajaran terjadi karena adanya se­suatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Atas dasar prinsip ini, maka pem­belajaran akan terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan yang mendorong dan ada sesuatu yang perlu dicapai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.

Kelima, pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata. Perubahan perilaku yang diperoleh dari pembelajaran, pada dasarnya merupakan pengalaman. Hal ini berarti bahwa selama individu dalam proses pembelajaran hendaknya tercipta suatu situasi kehidupan yang menyenangkan sehingga memberikan pengalaman yang berarti.

Mengamati konsep dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dikemukakan Oemar Hamalik di atas sehubungan dengan peningkatan kualitas dan kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran Qur’an Haditsdalam mentransformasi­kan nilai, tidak dapat berlangsung dengan sendirinya. Proses itu harus didukung oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang tidak terpenuhi itulah menjadi permasalahan, yang kemudian kita kenal dengan sebutan problematika pembelajaran. Untuk mengetahui secara pasti problematika pembelajaran itu perlu diteliti lebih jauh, agar memberi solusi kreatif yang baik.

Sebagian ahli pendidikan Islam memandang bahwa problematika pendidikan di Indonesia terletak pada lemahnya mutu kecerdasan out put. Bagi pendidikan informal dan non formal, problematika ini dianggap umum dan biasa saja, karena kurikulumnya memang hanya memprioritaskan keterlaksanaanya proses belajar, income dari siswa, dll.

Karena itu tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan ini akan menghadapi kendala. Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian Implimentasi KTSP terutama kesiapan madrasah dari sisi manajemen, kesiapan guru dalam menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pengajaran (RPP) penilaian pengajaran serta penguasaan hasil belajar dan sumber bahan, yang diungkapkan dalam judul “ Implimentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran al Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Muara Enim.

Rumusan Masalah

Dengan mendasarkan pada latar belakang sebagaimana diuraikan diatas maka masalah yang muncul berkenaan dengan Implimentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran al Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Muara Enim diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs.N) Muara Enim?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat bagi implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs.N) Muara Enim?

Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh deskripsi mengenai implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs.N) Muara Enim.

2. Untuk memperoleh deskripsi mengenai faktor pendukung dan penghambat bagi implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs.N) Muara Enim.

Kegunaan Penelitian

1. Implikasi Teoritis

a. Sumbangsih dalam pengembangan ilmu pendidikan khususnya teori implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Hadist.

b. Sebagai penelitian awal tentang implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Hadist.

2. Implikasi Praktis

c. Berguna bagi pemerintah khususnya Departemen Agama mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat satker di daerah dalam menentukan kebijakan implementasi KTSP mata pelajaran Qur’an Hadist.

d. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi lembaga pendidikan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, kepala madrasah serta praktisi pendidikan dalam upaya menyusun KTSP mata pelajaran Qur’an Hadist.

Kerangka Pemikiran

Mata pelajaran Qur’an Hadits merupakan salah satu mata pelajaran wajib sejak madrasah ibtidaiyah hingga madrasah aliyah. Mata pelajaran tersebut secara keseluruhan tercantum dalam kurikulum. Kurikulum Berbasis Kompetensi yang merupakan ciri dari Kurikulum 2004 didesain untuk menjamin berlangsung­nya proses pendidikan yang kondusif bagi berkembangnya potensi peserta didik, sehingga mereka mampu hidup mandiri dan harmonis di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.(Departemen Agama RI2005,hlm 3).

Sesuai dengan kerangka pikir di atas, kurikulum Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dikembangkan dengan pendekatan sebagai berikut:

1. Lebih menitik beratkan target kompetensi daripada penguasaan materi.

2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.

3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. (Departemen Agama RI 2005, hlm 3)

Kurikulum Qur’an HaditsMadrasah Tsanawiyah yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu meneguhkan keimanan dan meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah SWT, kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah, sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia.

Dalam konteks madrasah, agar lulusannya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, kurikulum madrasah dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, madrasah tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya.

Da1am konteks ini, peranan dan efektifitas pendidikan agama di madrasah sebagai landasan bagi pengembangan spiritual dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat penting. Asumsinya adalah jika pendidikan agama termasuk Qur’an Haditsyang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan efektif, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah sebagai bagian yang integral dari pendidikan agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansi mata pelajaran Qur’an Hadits memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tanggung jawab yang besar itu menunjukkan semakin besarnya persoalan-persoalan yang menjadi problema pembelajaran Qur’an Hadits semakin kompleks. Problema pembelajaran Qur’an Hadits itu tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pembelajarannya. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain meliputi instrumental input, raw input, teaching-learning proccess dan environmental input.(Ngalim Purwanto 1986, hlm.106)

Gambaran di atas menunjukkan bahwa masukan mentah (raw input) merupakan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar­ mengajar (teaching-learning process). Terhadap didalam kegiatan pembelajaran itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor lingkungan yang merupakan masukan lingkungan (environmental input), dan berfungsi sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna menunjang ter­capainya keluaran yang dikehendaki (output). Berbagai faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu. Hal ini dapat dipahami karena pendidikan merupakan satu kesatuan system dimana sejumlah komponen yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan.

Di dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, maka yang dimaksud masukan mentah atau raw input adalah siswa; sebagai raw input siswa memiliki karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis. Mengenai fisiologis ialah bagaimana kon­disi fisiknya, panca inderanya dan sebagainya. Sedangkan yang menyangkut psikologis adalah : minatnya, tingkat kecerdasannya, bakatnya, motivasinya, kemampuan kognitifnya dan sebagainya.

Yang termasuk instrumental input atau faktor-faktor yang disengaja dirancang dan dimanipulasikan adalah: kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang ber­sangkutan. Di dalam keseluruhan sistem maka instrumental input merupakan faktor yang sangat penting pula dan paling menentu­kan dalam pencapaian hasil/output yang dikehendaki, karena instrumental input inilah yang menentukan bagaimana kegiatan pembelajaran itu akan terjadi di dalam diri si pelajar.

Karakteristik siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Muara Enim juga mempengaruhi pola pembelajaran. Usia rata-rata siswa MTs kelas VII, VIII dan IX adalah 13-15 tahun. Hal ini menunjukan bahwa siswa berada pada masa remaja awal. Secara psikologis hal ini mempengaruhi mereka saat belajar. Masa ini ditandai dengan berkembangnya sikap dependen kepada orang tua ke arah independen, minat seksualitas dan kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika dan isu-isu moral.

Pubertas merupakan bagian dari masa remaja, tetapi ia tidak sinonim dengan remaja. Pubertas mengacu kepada perkembangan fisik dan seks, sedangkan remaja mengacu kepada keseluruhan aspek perkembangan. Para ahli mengemukakan ciri-ciri remaja antara lain:

1. Remaja adalah periode peralihan antara masa siswa ke masa dewasa. Remaja menunjukkan ciri-ciri fisik dan kejiwaan yang penting antara pubertas dan dewasa. Remaja juga mencakup pencarian kebebasan dalam emosi, sosial dan ekonomi. Periode ini adalah saat individu menggunakan kemampuan untuk menerima dan memberi, untuk berko­munikasi dengan orang-orang lain dan memercayai mereka serta untuk belajar mengenai apa yang merusak atau apa yang baik bagi dirinya sendiri dan orang-orang lain (Elizabeth B. Hurlock,. 1956, p. 14.).

2. Menurut Adams, remaja sering kali dilukiskan dengan sebutan setengah siswa setengah dewasa. Ia menunjukkan ciri-ciri positif dan negatif, dan sering kali dalam bentuk campuran yang mem­bingungkan. Remaja berjuang untuk memperoleh kebe­basan, tetapi bersama itu ia ingin memperoleh pijakan rasa aman, dan ia sering kali menunjukkan rasa ingin tahu yang semakin dewasa terhadap dirinya sendiri dan lingkungan.

3. Menurut Zakiah Daradjat, dalam hal sikap remaja terhadap agama ada bermacam-macam, yaitu: ada yang percaya turut-turutan, percaya dengan kesadaran, percaya tapi agak ragu-ragu (bimbang), dan ada yang tidak percaya sama sekali atau cenderung kepada atheis. Kecenderungan remaja untuk ikut aktif dalam kegiatan­-kegiatan keagamaan sebenarnya ada dan dapat dipupuk, asal lembaga-lembaga keagamaan itu dapat mengikutsertakan remaja-remaja dan memberi kedudukan yang pasti kepada mereka.

Di sisi lain, saat ini remaja banyak dihadapkan pada ling­kungan dan budaya yang bernuansa pragmatisme, hedonisme, sekularisme dan isme-isme lain yang menga­jarkan bahwa yang benar dan baik ialah yang berguna, dan yang berguna itu biasanya lebih bernuansa fisik dan materialis. Demikian pula mereka diliputi oleh hedonisme, yang mengajarkan bahwa yang benar ialah sesuatu yang menghasilkan kenikmatan, tugas manusia ialah menikmati hidup ini sebanyak dan seintensif mungkin. Ironisnya, yang ditemukan ialah bahwa kenikmatan tertinggi dan paling berkesan ialah kenikmatan seksual. Itulah sebabnya pada zaman ini dapat disaksikan hampir semua kegiatan hidup dan produk manusia diarahkan ke penikmatan seksual. Pergaulan seks bebas merupakan fenomena yang datang dari paham ini.

Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang di susun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan, potensi sekolah/madrasah, karaakteristik madrasah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. (Mulyasa 2006, hlm 8).

Untuk mengimplementasikan suatu program baru dalam hal kurikulum tingkat satuan pendidikan di MTs Negeri Muara Enim, tidak terlepas dari kendala dan rintangan. Oleh karena itu untuk meminimalkan adanya kendala dalam proses implimentasi tersebut perlu adanya persiapan-persiapan yang dilakukan yaitu :

1. Kesiapan materi/sumber daya alamiah madrasah, bentuk persiapan materi madrasah dapat dilihat dari dimensi perangkat kurikulum, sarana madrasah, keuangan, dan lingkungan madrasah yang mencakup lingkungan fisik seperti gedung dan lingkungan sosial.

2. Kesiapan non materi/ sumber daya madrasah bentuk persiapan non materi madrasah dapat dilihat dari dimensi kepemimpinan kepala madrasah, guru, siswa dan orang tua siswa. Fokus kajian yang dimunculkan hanya sebatas pada peran yang di berikan masing-masing dimensi dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi. (Joko Susilo 2007, hlm 180).

Tujuan pembelajaran al Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah adalah sebagai berikut :

1. Menerapkan kaidah ilmu tajwid dalam membaca al Qur’an.

2. Memahami ayat al Qur’an tentang akhlak kepada ibu bapak, sesame manusia, persatuan dan persaudaraan, setan sebagai musuh manusia, berlaku dermawan, semangat keilmuan, makanan yang halan lagi baik, sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan, sikap konsekwen dan jujur.

3. Memahami akhlak terhadap ibu bapak, sesama manusia, dan perintah bertaqwa, meyakini kebenaran Islam dan istiqomah, cinta kepada allah dan rasul-Nya, makanan yang halal lagi baik, perintah menuntut ilmu, taat kepada Allah, rasul dan perintah. (Standar Isi MTs 2006, hlm 10).

Langkah-langkah Penelitian

Dalam penelitian ini berbentuk kualitatif. Peneliti memulainya dari suatu tahapan ke tahapan berikutnya. Menurut Mohammad Ali, ada lima (5) langkah dalam penelitian pendidikan kualitatif: merumuskan fokus masalah, menyusun kerangka kerja teoritis, mengumpulkan data, menganalisis data dan menyusun, serta menarik kesimpulan (Mohammad Ali : 1993, hlm.163.) Adapun Afif Muhammad menambahkan bahwa dalam menyusun penelitian yang menggunakan pendekatan metode deskriptif dapat menempuh langkah-langkah: menetapkan komponen-komponen atau aspek-aspek yang akan membentuk pemikiran tersebut atau apa yang disebut dengan indikator-indikator (Afif Muhammad 2003, hlm. 43). Adapun langkah-langkah pentahapan yang digunakan oleh penulis secara sederhana meliputi:

Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey lapangan. Menurut Nasution, metode survey lapangan adalah suatu metode yang dilakukan untuk meneliti fenomena/gejala-gejala, kejadian-kejadian dan kenyataan-kenyataan di lapangan, (Nasution,. 1988, hlm. 73). Dalam hal ini, kondisi obyektif pelaksanaan KTSP mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri Muara Enim.

Dipendekatan yang dapat mendiskripsikan data tersebut adalah menggunakan penelitian kualitatif. Sedangkan sasaran penelitian kualitatif menurut Leininger yang dikutip Sirozi (2004, hlm. 90) tidak untuk mengukur sesuatu, melainkan untuk memahami sepenuhnya makna fenomena dalam konteks dan untuk memberikan laporan tebal mengenai fenomena yang dikaji. Lebih lagi, maksud penelitian kualitatif tidak ditujukan untuk menghasilkan kesimpulan temuan dari sampel besar sampai populasi dengan menggunakan verifikasi statistik.

Fokus penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang implimentasi KTSP mata pelajaran qur’an hadits di MTs Negeri Muara Enim, serta untuk memperoleh deskripsi mengenai faktor pendukung dan penghambat bagi implimentasi KTSP mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Muara Enim. Oleh karena itu untuk mendapatkan data yang lengkap, mendalam dan memberi jawaban yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti digunakan penelitian kualitatif.

Gambaran karakteristik yang dijelaskan tersebut sesuai dengan maksud dari penelitian ini, karena yang diamati adalah responden dengan latar belakang implimentasi KTSP yang diterapkan dalam proses pembelajaran Qur’an Hadist. Hal ini apabila menggunakan pendekatan kuantitatif kurang sesuai karena penelitian ini bersifat independent, tidak berintegrasi langsung dengan subyek sehingga akan sangat sulit sekali diungkapkan proses kegiatan yang berlangsung. (Nasution. 1992, hlm 221) mengemukakan bahwa “ Pada hakekatnya penelitian kualitatif mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka sendiri tentang dunia yang ada disekitarnya.

Dengan menggunakan metode kualitatif, dapat ditemukan data yang tidak teramati dan terukur secara kuantitatif, seperti nilai, sikap mental, kebiasaan, keyakinan dan budaya yang dianut oleh seseorang atau kelompok dalam lingkungan tertentu. Demikian pula Mc. Cracken dalam (Julia Brannen 1997.hlm 97.) mengemukakan bahwa : “ Di dalam penelirtian kualitatif konsep dan kategorilah yang dipersoalkan bukan kejadian atau frekuensinya. Dengan kata lain penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong, tetapi ia menggalinya”.

Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan data dalam situasi yang wajar, langsung apa adanya tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari luar lingkungan. Untuk itu peneliti berhubungan langsung dengan situasi dan sumber data yang akan diselidiki. Peneliti tidak menggunakan angka-angka, tetapi mengumpulkan data deskriptif dalam bentuk laporan dan uraian untuk mencari makna, walaupun tidak menolak angka-angka sebagai penunjang penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif selain sebagai perencana sekaligus juga sebagai pelaksanan pengumpul data atau sebagai instrument (Moeloeng, 1998 : 121). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

Tujuan dari observasi adalah dengan mendiskripsikan seting yang diamati, tempat kegiatan orang-orang yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan makna apa yang diamati menurut perspektif pengamat (Patton, 1990 : 202). Menurut Guba dan Lincoln (1981) ada bebearapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan secara optimal, karena : a). Teknik pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung b). Teknik pengamatan sangat dimungkinkan pengamat melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian seperti keadaan yang sebenarnya. c). Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang langsung diperoleh dari data lapangan. d). Pengamatan merupakan jalan terbaik untuk mengecek kepercayaan data. e). Teknik pengamatan memungkinkan peneliti memahami situasi-situasi yang rumit dan perilaku yang kompleks

Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan serta dan yang tidak berperan serta (Moeleong, 1998 : 126). Pada pengamatan berperan serta, pengamat melakukan dua peran sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati. Sedangkan pengamatan tanpa berperan serta pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan antara peneliti yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 1998 : 135). Patton (1990 ) 135 – 136) mengemukakan pilihan teknik wawancara, yaitu :

a). Wawancara pembicara informal (the informal conversational interview). Pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara itu sendiri dan sponanitasnya dalam mengajukan pertanyaan. Wawancara dilakukan pada latar alamiah.

b). Menggunakan petunjuk umum wawancara (the general interview guide approach). Wawancara dilakukan berdasar pada kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dituangkan dalam pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara sebenarnya.

c). Wawancara baku terbuka (the standardized open-ended interview). Wawancara ini menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan terjadinya bias-bias atau “kemencengan”.

Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah teknik pertama dan kedua. Wawancara informal banyak digunakan dengan para responden yang langsung merasakan akibat dari pelaksanaan kebijakan pengembangan KTSP, baik itu kepada para dewan guru mata pelajaran Qur’an Hadis atau guru agama lainnya.

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui : a) observasi (pengamatan) lapangan secara langsung untuk mendapatkan data sebenarnya, b) wawancara secara terbuka, namun sebagaian terstruktur dan mendalam, serta mengutamakan pandangan dan pendirian responden, c) studi dokumentasi juga dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh melalui tehnik lainnya. Subyek yang menjadi sumber informasi dipilih sesuai dengan focus dan tujuan penelitian. Untuk meliput sumber data, dibutuhkan adanya informan yang dipilih guna mendapatkan informasi sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuannya, sehingga diperoleh keadaan studi dalam konteks tertentu. Pemilihan informan dihentikan setelah variasi dan kedalaman informasi telah diperoleh secara maksimal, yaitu ditandai dengan tidak adanya variasi informasi baru yang diperoleh.

Metode wawancara digunakan guna memperoleh keterangan tentang kejadian yang oleh peneliti tidak dapat diamati sendiri secara langsung, baik itu terjadi di masa lampau ataupun karena tidak memungkinkan untuk hadir di tempat kejadian. Operasionalisasinya dilakukan dengan mengadakan wawancara secara mendalam kepada berbagai informan lain sehubungan dengan pokok masalah yang akan diteliti. Dalam pelaksanaannya, pengumpulan data di lapangan menggunakan alat bantu berupa alat rekam dan alat potret. Alat rekam yang digunakan adalah kamera, karena mungkin peneliti tidak mampu mencatat secara langsung di lapangan hasil wawancara dengan responden. Alat potret digunakan untuk mengambil gambar kejadian atau situasi yang dianggap penting dan sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, asumsi yang digunakan dalam memandang realitas adalah bahwa realitas bersifat menyeluruh ( holistik ), tidak dapat dipisah-pisahkan ke dalam variable-variabel, seperti pada pandangan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Peneliti mengutamakan pengamatan kejadian apa adanya,

sehingga dalam metode penelitian ini tidak ada pilihan lain selain manusia sebagai instrument utama penelitian. Bentuk instrument lain mungkin digunakan dalam penelitian, tetapi unsur manusia adalah tetap merupakan instrument yang paling utama.

Instrumen pengumpulan data didalam penelitian ini, yaitu pengamatan dilakukan secara langsung terhadap implementasi pelaksanaan KTSP Mata pelajaran Qur’an Haditsdi MTs Negeri Muara Enim.

Teknik Analisis Data

Analisis data sebagai proses menguraikan data menjadi komponen-komponen yang membentuknya yang dinyatakan oleh penjelasan responden. Data yang masuk kemudian ditafsirkan, dijelaskan, dipahami, diramalkan, dan bahkan direvisi redaksinya. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hal ini mengacu pada pendapat Gulo (2002, hlm. 29), bahwa analisis data bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap variable dan menguraikan makna yang dinyatakan oleh penjelasan responden. Semua data yang relevan dianalisis dan disampaikan dengan kata atau gambar.

Dalam model ini ada tiga komponen analisis, Pertama, tahap reduksi data, yaitu proses pemilihan data kasar dan masih mentah yang diperoleh dari kajian dokumen dan wawancara. Kegiatan ini berlangsung secara terus menerus selama penelitian melalui tahapan membuat ringkasan. Kedua, tahap penyajian data, berupa penyampaian informasi yang diperlukan dalam penelitian berdasarkan data yang sudah direduksi dan disusun secara runtut, sehingga memberi makna pada setiap rangkuman sesuai dengan materi pokok penelitian. Ketiga, tahap verifikasi data, penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber sebagai kesimpulan sementara sambil mencari data pendukung kesimpulan tersebut.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini disusun dalam lima bab, yaitu :

Bab 1 merupakan bagian pendahuluan. Dalam bagian ini dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, langkah-langkah penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan lokasi penelitian.

Bab 2 merupakan bagian kerangka teori yang berisi pengertian KTSP, dasar dan tujuan KTSP, dasar kebijakan dan karakteristik KTSP, plus minus KTSP, model kurikulum Madrasah Tsanawiyah, qur’an hadits sebagai mata pelajaran di Madrasah Tsanawiyah, model silabus KTSP, Standar kompetensi lulusan MTs, RPP al qur’an hadist, prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum MTs.standar kompetensi dan kompetensi dasar al qur’an hadist.

Bab 3 merupakan kondisi Umum MTsN Muara Enim yang meliputi sejarah singkat, kondisi geografis, visi dan misi serta tujuan MTsN Muara Enim, keadaan bangunan, keadaan guru, dan prestasi ujian nasional selama tiga tahun di MTs Negeri Muara Enim.

Bab 4 merupakan hasil penelitian yang memaparkan implementasi KTSP dari segi perencanaan, pelaksanaan dan dari segi evaluasi mata pelajaran Qur’an haditsdi MTsN Muara Enim. Selanjutnya juga bab ini membahas faktor pendukung dan penghambat bagi implimentasi KTSP dari segi perencanaan, segi pelaksanaan dan dari segi evaluasi mata pelajaran qur’an haditsdi MTs Negeri Muara Enim.

Bab 5 merupakan bagian akhir dari pembahasan penelitian ini, yaitu bagian penutup yang memuat kesimpulan, dan saran-saran.

Sistematika penulisan ini nantinya sekaligus menjadi panduan bagi penulis untuk menyusun hasil penelitian tesis. Untuk itu perlu dikemukakan bahwa secara teknis ukuran jumlah halaman, tata letak (lay out) format halaman, penggunaan kutipan dan system referensi penulisan hasil penelitian tesis ini menggunakan pedoman penulisan tesis yang disusun oleh Sirozi et al. (2005). Panduan Penulisan Karya Ilmiah: menulis Tesis efektif dan Efisien.

Sedangkan khusus penulisan laporan Bab 4 bagian yang memaparkan temuan hasil penelitian, untuk keperluan yang lebih praktis dan operasional bentuk gaya penulisan, penulis mengembangakan dan menggunakan panduan yang disusun Abizar et.al. (1991), Buku Panduan Penulisan.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini memfokuskan pada masalah implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mata pelajaran Qur’an Haditsdi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Muara Enim. Di lokasi tersebut nampak adanya masalah yang relevan dengan penelitian ini. Hal ini dipilih berdasarkan observasi studi pendahuluan peneliti, bahwa masalah yang menjadi fokus penelitian yang sedang dikaji penulis, ada di tempat tersebut. Di samping itu pihak Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Muara Enim yang diwakili oleh kepala sekolah dan dewan guru memberikan izin dan menyambut baik niat penulis untuk melakukan penelitian di MTs Negeri Muara Enim, serta siap membatu penelitian ini sampai selesai. Selain itu pihak Mapenda kantor Departemen Agama Kabupaten Muara Enim juga memberikan izin dan dukungan sepenuhnya.

No comments:

Post a Comment