Wednesday, August 18, 2010

MENGAPA ORANG ISLAM MASIH KORUP

Oleh : Indrayanto

(Di terbitkan pada Harian Enim Ekspress pada Juli 2009)

Saya sangat terkesan dari sebuah tulisan artikel di internet webblog ”Membangun Indonesia dengan Iman” yang mempertanyakan mengapa orang Islam masih korup?. Perbuatan tercela itu tergolong tindak pidana yang dilarang hukum positif dan amat dimusuhi masyarakat, sementara hukum syari’ah melarangnya pula karena ia termasuk perbuatan munkar, yaitu berbuatan terlarang dengan sanksi dosa. Berbagai jawaban atas pertanyaan itu dapat dikemukakan tergantung pada pendekatan yang digunakan. Tulisan ini didekati menurut sudut pandang Islam

Mengapa Orang Korupsi

Padahal menurut Islam manusia adalah makhluk paling baik bentuknya (QS 95:4) dan Sang Pencipta melengkapinya dengan pelbagai dorongan (keinginan) untuk mendukung kehidupannya. Salah satu dorongan yang relevan dengan tulisan ini adalah dorongan/keinginan memiliki dan lebih khusus lagi dorongan memiliki harta (QS 3:14). Dengan memiliki harta orang selain dapat memenuhi kebutuhan pisik diri dan keluarganya, juga dapat melaksanakan berbagai ibadah yang berkaitan dengan harta (ibadah maliyah) seperti infaq, zakat, naik haji dsb. Oleh karena itu manusia dituntut mencari harta itu (QS 62:10) tetapi harus secara sah/ halal. Bila ia mencarinya secara melawan hukum/ haram misalnya korupsi, ia dikenakan sanksi ganda. Hukum positif dunia menjatuhkan vonis atasnya misalnya pidana penjara sementara eksekusi sanksi hukum syari’ah terjadi di akhirat nantinya.

Orang tergoda melakukan korupsi guna memenuhi dorongan untuk memiliki harta sebanyak mungkin, suatu dorongan yang sulit terpuaskan karena “manusia bila memiliki satu lembah emas ia ingin lembah kedua”, Di sisi lain, lingkungan yang semakin materialistik-hedonis dan iman yang melemah, mendorong pula orang menempuh jalan pintas yang tidak Islami. Dari sudut pandang Islam dorongan yang keliru itu dapat dicegah antara lain melalui peningkatan mutu shalat dan penguatan iman.

Pencegahan melalui shalat

Simaklah terlebih dahulu firman Allah SWT ini. “Dan tegakkanlah shalat karena shalat itu mencegah perbuatan keji (zina) dan munkar” (QS 29:10). Jadi dengan shalat seseorang dapat mencegah perbuatan mungkar. Dalam kategori munkar termasuklah perbuatan korupsi. Namun bila diamati cukup banyak orang yang melakukan shalat tetapi tak berhenti melakukan perbuatan korupsi. Bagaimana ini bisa terjadi?.

Sebagai muslim sejati kita wajib meyakini firman Tuhan sebagai kebenaran mutlak jadi tak perlu diragukan sedikitpun.kebenarannya, shalat akan menghentikan perbuatan korupsi. Bahwa masih terjadi gap seperti dikemukakan di atas, kita seharusnya tidak mempersoalkan kebenaran firman Tuhan tetapi mempertanyakan kualitas shalat, apa ia termasuk kategori rusak. Dalam sebuah hadits disebutkan “barang siapa yang shalatnya tidak mencegahnya berbuat keji dan munkar maka Tuhan akan jauh darinya” . Dalam kondisi seperti itu “shalatnya rusak” dan ‘tidak disebut shalat lagi”,jelas Nabi. Sungguh merugilah orang itu karena ditegaskan Nabi lagi “Yang mula-mula dihisab dari seorang hamba Allah di akhirat adalah shalat. Bila shalatnya baik, baiklah pula semua amalannya, dan bila shalatnya rusak, rusak pula segala amalannya”. Tidakkah itu kerugian besar karena tak ada lagi “catatan positip” yang dibuat malaikat untuknya dalam menghadapi peradilan Tuhan. Di sisi lain, tidak ada lagi kesempatan memperbaiki shalat yang rusak itu. Rugi ‘kan? Maka mumpung masih hidup lakukanlah introspeksi agar tidak lagi terdapat shalat yang rusak itu dengan lebih dulu melakukan tobat dalam arti sebenarnya menyesali perbuatan yang salah itu dan berjanji dengan Tuhan untuk tidak mengulanginya lagi selama-lamanyanya..

Pencegahan melalui penguatan iman

Setidaknya terdapat dua aspek iman yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sunguh. Pertama, rasa malu. Nabi menegaskan “malu itu bagian dari iman” Seorang pensyarah hadits mengatakan kelakuan orang yang kehilangan rasa malu ibarat kelakuan hewan yang memakan milik siapa saja. Berapa banyak penyelenggara negara yang hidup hanya dari gaji tetapi memiliki kekayaan yang jauh melebihi penghasilannya yang sah sementara ia tidak merasa malu (beda kalau ia atau keluarganya memiliki usaha yang secara ekonomi menghasilkan). Anehnya masyarakat tidak mempersoalkan perangai pelaku white collar crime itu. “Bila engkau tidak punya malu lagi buatlah apa saja yang engkau mau” demikian Nabi menyatakan ketidaksukaannya. Ada rencana KPK menimbulkan rasa malu dengan menyediakan baju khusus bagi terdakwa korupsi tetapi tak jelas lagi juntrungannya sementara di China setiap terdakwa korupsi memakai baju khusus. Maka bila orang ingin jadi milyarder menjadi PNS atau anggota DPRD bukanlah pilihan yang tepat. Keinginannya akan terealisir bila ia menjadi koruptor sekaligus. Maka jadilah pengusaha atau caleg tapi siap kalah. Bila tidak, bersiaplah menanggung resiko depresi atau bahkan gangguan jiwa.

Aspek kedua penguatan iman terkait dengan hari akhirat. Setiap mukmin sejati percaya akan adanya hari di mana amal perbuatan manusia akan dihisab (dikalkulasi) Tuhan. Hasilya: ada yang masuk surga dan ada yang masuk neraka. Agar terhindar dari neraka, selama di dunia orang harus melakukan perbuatan baik dan menghindari perbuatan munkar. Dalam keseharian kita menyebut amar ma’ruf nahi imunkar. Inilah indikator iman pada hari akhirat itu. Melakukan perbuatan korupsi dan perbuatan munkar lainya mengindikasikan orang tidak beriman pada hari akhirat sebab beriman pada sesuatu tidak hanya dibenarkan oleh hati dan diikrarkan oleh lidah tetapi lebih-lebih lagi disertai perbuatan baik. Melakukan korupsi dan perbuatan terlarang lainnya pada hakekatya mengingkari hari berhisab itu.

Perlu kiranya dicatat bahwa dalam waktu cukup lama setelah diangkat menjadi Rasul, tema dakwah beliau hanyalah dua - iman pada Allah dan iman pada hari akhirat. Ini menunjukkan betapa pentingnya posisi iman pada hari berhisab itu dalam sistem keberagamaan kita.

Penegakan hukum

Sekiranya shalat dan iman seseorang tak mangkus (efektif) mencegahnya melakukan perbuatan korupsi maka diperlukan intervensi negara melalui penegakan hukum. Artinya, yang bersangkutan dihadapkan ke depan pengadilan seperti difahami dari hadits Nabi. “siapa di antara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia ubah (hentikan) dengan tangannya, bila tak mampu maka dengan lidahnya, dan bila tak mampu(juga) maka dengan hatinya, itu iman paling lemah.

Kata tangan dalam hadits ini bukan dalam arti denotasi atau hakiki (arti sebenarnya) jadi bukan secara pisik tetapi dalam arti konotasi atau majazi (arti kiasan). Di sini maksudnya kekuasaan. Ketika digunakan arti hakiki maka seseorang menjadi hakim sendiri dan ini potensial menimbulkan anarkisme.

Dalam sistem ketatanegaraan kita kekuasaan itu dijalankan pemerintah dan dalam hal ini oleh kekuasaan kehakiman. Artinya sang koruptor harus diadili, artinya lagi hukum harus ditegakkan secara adil sebagaimana dikehendaki Nabi. “Sesungguhnya umat terdahulu binasa karena bila yang mencuri wong gede hukum diabaikan dan bila yang mencuri wong cilik hukum ditegakkan. Demi Allah sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri akan aku potong tangannya”, beliau mengingatkan. Jadi yang dituntut itu penegakan hukum yang berkeadilan, tidak tebang pilih, tidak pandang bulu. Sementara sang koruptor hendaknya menyadari bahwa hukum di dunia tidak membebaskannya dari hukum di akhirat. Oleh karena itu orang yang belum terkontaminasi oleh korupsi harus berpikir seribu kali sebelum melakukan perbuatan tercela dan terkutuk itu agar marwah tetap terjaga.

Pernah di Publikasikan di Enim Ekspress

No comments:

Post a Comment